Panasnya matahari cukup membuatku berkeringat. Sejak keluar
gedung sekolah tadi tiba-tiba saja aku ingin menguncir rambutku agar tidak
terasa gerah. Andai saja aku tinggal di Negara yang iklimnya tidak se-ekstrim
ini. Atau andai saja aku selalu punya supir yang siap menjemput dan membawakan
payung untukku agar aku tidak terkena sinar matahari, seperti dalam film yang
semalam aku tonton, yang tokoh utamanya itu aktor favoritku.
Aku menunggu bus di tempat biasa, di tempat yang cukup panas
untuk berdiri. Untung saja bus angkutan umum yang ku tunggu segera datang.
Setiap hari aku selalu naik kendaraan umum untuk pergi dan pulang sekolah. Aku
harus terbiasa dengan penumpang yang suka berlaku aneh dan berdesakan di dalam
bus. Untungnya kali ini aku dapat tempat duduk dipojok dekat jendela.
Siang ini jalanan ibukota sangat padat. aku melihat keluar
jendela, semua orang terlihat membunyikan klakson. Aku menyenderkan kepalaku
di jendela, hanya sekedar untuk merilekskan saja.
-
“Ayo bu turun Bu, Pak, Dek, turun mobilnya mogok!’’
Tiba-tiba kenek bus berteriak sambil
mengetok-ngetokan tangannya ke jendela. Aku sontak kaget terbangun dari
lamunanku, kemudian semua penumpang berhamburan keluar bus dengan wajah masam,
bahkan ada yang memaki supir bus.
Mungkin ini hari sialku, aku harus menunggu bus yang lain
agar aku dapat sampai kerumah. Tapi kemudian aku teringat daerah ini dekat
dengan mall, aku berfikir untuk makan siang lebih dulu di mall tersebut.
Sebelum masuk restoran cepat saji, aku mengambil dompet dari
dalam tasku, tapi dompet yang kucari-cari tidak ketemu, tiba-tiba saja aku
menabrak tubuh seseorang.
“Maaf..maaf tidak sengaja’’ kataku sambil melihat kearah
wajah orang tersebut. Aku kaget. Benar-benar kaget. Ini seperti mimpi. Aku diam
beberapa detik memandangi wajah lelaki yang berada di depanku.
“Tidak apa-apa’’ orang itu tersenyum.
“Apa ini benar-benar satria? Satria yang dalam film ‘Deep’?’’
tak kuasa aku menahan rasa gembiraku, aku bertemu dengan aktor favoritku, yang
film nya baru semalam aku tonton.
“Kalau yang kamu maksud Satria Sofyan, itu memang saya’’ dia
menyunggingkan sebuah senyuman lagi, senyuman yang sangat manis kepadaku.
Mungkin aku salah, ini bukan hari sialku, ini justru hari keberuntunganku!
“Jadi ini beneran satria?! Yaampun kak, aku ngefans banget
sama kakak” aku tak kuasa menahan rasa senang.
“Wah terimakasih, aku baru tau ternyata aku punya penggemar”
dia menggaruk belakang kepala nya terlihat canggung, tapi tetap tampan
di mataku. Bicara apa orang ini, jelas dia artis terkenal, semua orang disini
mungkin mengenalnya, tapi dia berlagak seperti dirinya bukan siapa-siapa.
“Hehe, kak boleh minta tanda tangannya?” kataku penuh harap
“Oh ya boleh” dia tersenyum lagi. Tuhan, aku rasa aku sudah
meleleh.
Aku mengeluarkan buku pelajaran matematika ku untuk
ditandatangani Satria. “terimakasih” kataku
“Kamu baru pulang sekolah?" Tanyanya, mungkin sekedar
basa-basi, tapi tetap saja aku dibuatnya girang.
"Iya kak, kalau ka Satria sedang apa? Sedang break
syuting?" Kataku sambil memasukan buku dan bolpoin kedalam tas.
"Iya hari ini aku tidak ada jadwal syuting, aku mau
mencari buku" katanya, dan untuk kesekian kalinya dia tersenyum.
"Wah, sama kalau begitu. Aku juga ingin beli buku untuk
bacaan hehe" aku berbohong, siapa tahu satria akan mengajak ke toko buku
bersama. Rasa lapar dan haus ku seketika hilang saat melihat satria.
"Oh kalau begitu kita bareng aja, yuk. Lebih bagus ada
temannya". Bingo! Pas banget, hari ini harus aku catat dalam buku diary!
"Ee....ee...boleh kak, dengan senang hati" kataku
terdengar biasa, tapi sebenarnya aku menjerit kegirangan di dalam hati.
Kami pergi ke toko buku yang berada dilantai tiga gedung
mall ini, aku tak berhenti tersenyum selama berjalan di sampingnya. Bagaimana
tidak, dia adalah seorang aktor yang menjadi idolaku sejak aku masuk smp, dan
sekarang dia berada tepat di sampingku dan mengajakku ke toko buku bersama.
Kulihat satria tetap metanap ke depan dengan tangan satu dimasukan kedalam saku
celana. Dari samping sini kulihat dia begitu menawan.
Dengan asal aku mengambil buku untuk menutupi wajahku agar
tidak terlalu terlihat sedang memandanginya, dia sedang memilih buku yang
dicarinya. Dia terlihat bingung dan dia menghadap melihatku. Aku kaget buku
yang kupegang untuk menutupi wajahku hampir saja terjatuh. Kulihat dia
tersenyum sambil berjalan kearahku.
"Sudah ketemu kak bukunya?" Kataku agar terlihat
biasa, namun malah terdengar kata-kataku terlalu cepat.
"Belum ketemu buku yang aku cari" dia menatap
sekeliling seperti rasanya sudah mencari dimana-mana. Dia melihat kearahku dan
dengan cepat mengambil buku yang ada di tanganku. "Nah, ini dia buku nya.
Buku yang aku cari" katanya terlihat senang.
Aku kaget, kukira satria ingin menarik tanganku ternyata dia
hanya ingin mengambil buku yang ada di tanganku. Ternyata yang dicarinya adalah
buku humor yang penulisnya lumayan terkenal, aku juga pernah membaca beberapa
karya nya.
"Oh ini buku yang kakak cari, aku juga ingin membeli
yang satu ini" kataku sekali lagi berbohong.
"Wah kamu juga suka baca buku alex mada?" Dia
terlihat antusias menanyakannya.
"Iya ka, beberapa" kataku terlihat malu. Aku memang
pernah membaca buku alex mada, tapi aku berbohong ingin membeli buku yang ini.
Setelah kami pergi ke toko buku, aku kira kita pertemuan
kita akan berakhir. Tanpa kusangka ternyata Satria menggajakku makan. Kami
membicarakan hal-hal yang seru. Dia bercerita tentang masa SMA, kuliah, dan
pekerjaannya sebagai artis. Aku sesekali tertawa dengan kata yang diucapkannya.
Kufikir satria pribadi yang dapat menjadi temanku. Andai setiap hari seperti
ini.
“Boleh aku minta nomer ponselmu?” dia berkata di sela-sela
menikmati orange jus nya. Sungguh yang kurasa seperti aku ini bukan orang
biasa, yang kurasa adalah aku sedang di dalam skenario film yang disandingkan
dengannya.
Aku menuliskan nomer ponselku di tissue dengan bolpoin ku,
ku harap dia tidak hanya akan menyimpan nomer ku, tapi juga menguhubungiku.
“Aku harap kita akan bertemu lagi dan mempunyai waktu yang
menyenangkan seperti tadi”. Kataku setelah keluar dari restoran.
“Aku pun berharap begitu, kamu mau langsung pulang?” Tanyanya
“Iya, ibuku menungguku” kataku tersenyum.
“Boleh aku antar? Kebetulan aku sedang tidak terburu-buru”
dia menawarkan diri untuk mengantarku pulang.
“Tidak usah ka, aku bisa pulang sendiri, lagipula hanya naik
satu kali kendaraan umum” kataku menolak. kata-kataku tadi bukanlah basa basi,
tapi aku benar-benar ingin pulang sendiri, entah apa yang membuat aku berkata
seperti itu.
“Oke baiklah, sampai ketemu” katanya. Lalu aku pergi
meninggalkannya keluar mall untuk segera pulang, mungkin satria akan
berjalan-jalan sebentar lagi. Aku menoleh kearahnya sesaat, kulihat dia masih
menatapku dan kemudian tersenyum.
“Heiiii….kamu belum menyebutkan nama mu” katanya sedikit
berteriak, atau mungkin memang berteriak, kukira orang di sekitar dapat
mendengar perkataannya.
Baru aku ingin menjawab siapa namaku, tapi aku melihat bus
yang ingin kunaiki ada di depan jalan mall ini. Tanpa peduli pertanyaan satria,
aku berlari kearah bus agar tidak ketinggalan bus.
Sebenarnya aku tak ingin hari ini berlalu dengan cepat, tapi
ibuku akan marah jika aku pulang telat. Pertemuanku dengan Satria amat sangat
luar biasa. Aku tak merasa seperti bertemu dengan idola, Satria sangat ramah
dan bersahabat.
Panasnya matahari sudah tidak terlalu menyengat, bus yang
kutumpangi juga tidak terlalu banyak penumpang. Tiba-tiba ponselku bergetar,
kulihat dilayar ponsel tertera nomer yang belum aku save, kubuka pesan itu “hati-hati dijalan J
ex:satria”. Ternyata dari dia, aku tak membalas pesannya, yang kulakukan
malah memasukan ponsel kedalam saku baju seragamku. Tadi waktu yang
menyenangkan.
Aku menyandarkan kepalaku ke jendela, mengingat lagi
kejadian yang tadi terjadi bersama Satria, sangat menyenangkan.
-
Kemudian kudengar kenek
bus meneriakan nama tempat dimana aku harus turun, aku tersentak kaget dari
lamunanku, kemudian bergegas turun dari bus. Di jalan, aku mengecek ponselku
berniat membalas pesan dari Satria, tapi yang kutemukan adalah pesan dari
temanku pagi tadi, tak ada pesan dari Satria, apa aku menghapusnya? Tidak, aku
yakin pesan itu seharusnya masih ada. Lalu aku mengeluarkan buku matematika
dari dalam tas, kuperiksa bagian belakang buku itu, tapi tak ada tandatangan Satria.
Aku tersenyum geli ketika menyadari ternyata hal itu hanya
terjadi di kepalaku saja, aku tidak bertemu dengan siapapun, bahkan aku tidak
turun dari bus yang kutumpangi. Aku merasa cukup sedih memang, tapi entah
mengapa rasa senang itu tetap ada, rasa senang bertemu dengannnya, walau hanya
ada didalam kepalaku saja, tetap terasa nyata.
Aku berjalan seperti biasa menuju rumahku, dengan ingatan
yang tak ingin aku lupakan.
imajinasi itu emang keren.. malah imajinasi itu bisa jadi rencana absurd di masa depan :D
ReplyDeletehahahha iya bener :))))))))))
Deleteaku kirain tadi beneran :D
ReplyDeletecuman yang rada janggal, pas kalian ketemu di mall, kok Satria gak dikerubutin banyak orang, padahal kan dia artis.
itulah hebatnya lagi mimpi, kan pas satria mau nganterin pulang dia juga gakmau, dia gatau kenapa dia bisa bilang gak mau hehehe. kan mimpi emang suka beda dengan kenyataan (:
Deletehahha kirain beneran ;)
ReplyDeleteenggak hehe sedihnya cuma mimpi hahaha
Deletesalam kenal, mampir di blog aku juga yah
ReplyDeletehttp://catatandewisri.blogspot.com/ hehhe makasih :)
siap! salam kenal juga :)))
DeleteThanks yah Rizkaaaa udh mau follow back :))
DeleteIni mimpi ya, memang mimpi adalah pertemuan singkat dari alam bawah sadar kita...
ReplyDelete